UNAS
Sang surya merayap dari ufuk timur. Menyambut libur pagiku ini
yang tak sama dengan liburanku di semester lalu. Biasanya aku harus bangun pagi
sekali dengan menggembol rasa kantukku yang bergelayunan dalam gayung kamar
mandi. Apalagi kalau esoknya aku harus menanti tugas-tugas yang banyak dari
guruku. Namun, sekarang rasanya sukma ini merampas semua kepenatan yang pelik
nan lusuh itu, setelah aku melewati 4 hari yang kelabu bersama beberapa kertas
dokumen negara. Yang mungkin kata orang-orang itu hanya sebagai syarat formal
dalam menentukan kelulusanku tahun ini.
Le, iki ibuk wes nggawe sego goreng. Njupuk’o dewe
yo lee, ibuk tak adus sek. Ojok lali adikmu jpukno pisan..
Injih ibuk’e..
Kali ini sepiring nasi goreng dengan ditemani telor ceplok
menemani santap pagiku. Terasa begitu nikmat setiap pucuk sendoknya yang aku
telan secara perlahan. Segelas teh hangat manis pun menambah kenikmatan santap
pagiku pagi ini.
Sudah seminggu ini aku liburan di rumah kecilku. Menikmati
setiap detik, menit, maupun jamnya. Walaupun agak sedikit lega, namun rasa
was-was masih menyelimutiku. Wajar sajalah, sukma ini masih menerka-nerka angka
berapa yang akan timbul dalam ijazahku besok. Apa tulisan lulus atau tidak
lulus yang aku terima sabtu depan. Liburan kali ini aku isi dengan agenda main.
Bagaimana tidak, pagi-pagi sudah bersandar pada sofa tua. Bahkan, sofa itu
lebih tua umurnya dari pada aku. Acara musik dahsyat tak pernah terlewatkan
dari kedua bola mataku. Menjelang siang aku isi dengan kegiatan tidur, dan
sorenya aku isi dengan kegiatan sepak bola. Saat itu ramai-ramainya anak yang
bermain sepak bola. Lapangan seolah tak keliatan ketika belasan bahkan puluhan
anak sedang menggiring bola. Tapi entah, sekarang tak satu pun aku melihat
seseorang yang menendang bola di lautan hijau itu. Dulu saja jika adzan magrib
tak berkumandang mungkin permainan ini bisa lanjut sampai besok pagi.
Sabtu pagi. Pagi ini aku bangun sekitar jam 5’an lah, kali ini
aku punya alasan kenapa aku bangun pagi sekali. Mengapa tidak, hari ini kan waktunya
pengumuman hasil ujianku. Aku tak sabar menanti hasil usahaku selama ini. Aku
pun bergegas menuju kamar mandi.
Le, kowe sarapan karo opo? Ibuk tumbasno pecel nang ngarep
tah?
Mbten buk, kulo sarapan mangke mawon. Mangke sing teko rapat
sinten buk?
Oalah, kowe kesusu amarga iku tah? Yo paling bapakmu le..
Eembb, engge sampun buk. Assalamualaikum...Kulo bidal sekolah
buk..
Tepat jam 7 kurang 15 menit, langkah kakiku meniti jalan
setapak yang agak becek pada saat itu. Yah, karena kemarin air mata tuhan telah
tumpah ruah membasahi desaku ini. Sesampainya tepat di depan gerbang sekolah
perasaan dag-dig-dug mulai menghampiriku lagi. Apalagi saat menginjak depan
kelas, rasanya badanku seperti panas dingin. Pikiranku pun mulai bingung.
Berharap untuk cepat-cepat melihat hasil ujianku. Sesekali perasaanku ini aku
hiraukan dengan menyantap gorengan pak ran, gorengan ini terasa nikmat. Aku tak
tau kenapa gorengan ini terasa nikmat. Apa baru saja di goreng atau gara-gara perasaan
cemasku kali ini.
Jarum panjang jam menunjukkan arah 12 dan jarum pendeknya
mengarah tepat angka 9. Satu demi satu orang tua siswa kelas 3 datang, begitu
juga dengan ayahku. Dengan tampilan necis kemeja kotak-kotak warna krem ala hem
orang jadul melekat di tubuhnya, rambut yang mulai ubanan, dan sepatu pantofel
hitam menemani langkinya menuju ruang kelasku.
Sekitar 1 jam’an lebih, akhirnya ayahku keluar.
Le, alhamdulillah kamu lulus..
Sorak-sorai tak bisa aku tahan lagi, perasaan gembira
jelas-jelas terlukis di wajahku dan ayahku. Begitu juga dengan teman-temanku
yang lain. Alhamdulillah, SMP-ku tahun ini lulus 100%. Bergegas aku dan ayahku
pulang.
Piye le? Lulus tah kowe?
Alhamdulillah, lulus buk..
Alhamdulillah le.. yowes berarti saiki gari mikiri bijine sing
gawe daftar nang SMA yo le?
Injih buk, mugi-mugi bijine nggeh apik..
Saat itu adalah hari terindah buatku, terbesit dalam benakku
bahwa aku sudah sedikit buat kedua orang tuaku gembira.
Kamis pagi.
Assalamualaikum buk, kulo berangkat sekolah rumiyen pak, buk..
Nggeh le, ati” nggeh..
Injih..
Satu per satu ibu guru memanggili siswa untuk menemuinya dan
membagikan nilai hasil UN. Sampai..
Noviansyah, ini le hasil nilai ujianmu.
Injih buk, matur nuwun. Sempat terbesit perasaan senang menyelimutiku.
Namun, nilaiku ini lebih rendah daripada sahabat-sahabatku.
Nov..berapa nilaimu?”tanya ayu.
35.80 yu, kalo kamu berapa?
37.95.
Aku membalasnya dengan senyum kecut dan diiringi dengan
perasaan kecewa.
Piro le danemmu?
35.80 buk,
Loalah lee, lah kok mek titik?
Yowes buk,lee..mboten nopo-nopo. Wes di syukuri aeh..
Sepurane sing katah nggeh pak buk, kulo mboten saget maringi
nilai sing apik..
Semenjak peristiwa tersebut, terbesit dalam benakku bahwa aku
tak boleh kalah untuk kedua kalinya. Motivasi kedua orang tuaku kujadikan
prinsip dalam melangkah. Hingga suatu saat niatanku itu menghasilkan sesuatu
yang membanggakan. Ku tebus semua hasil kurang memuaskanku itu dengan
diterimanya aku di Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya.
Teman-teman? Entah, mungkin hilang ditelan hura-hura semasa
SMP dulu. Dan aku tak memperdulikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar