Kehadiran Malaikat Kecil
Terik
mentari seketika menyeruak, seolah mengetuk pelan-pelan di arah depan tepatnya
jendela kamarku. Memang tampak menyilaukan awalnya, namun perlahan kedua bola
mataku merangkak terbelalak.
“selamat pagi, sayang?”
Kata
pertama yang terucap dari seorang perempuan berkulit putih, berhidung agak
pesek, dan tentu saja berbibir mungil. Tapi di balik bibir mungil itu
sebenarnya dia orangnya cerewet banget. Disambutnya aku dengan senyum agak
sedikit kecut sih, maklum sajalah karena kami semalam habis bergulat dan
menikmati romantika cinta yang tuhan berikan. Di genggamnya secangkir susu
hangat dan roti bakar kesukaan kita berdua.
“selamat pagi juga, sayang..”
“ini mas, udah aku buatkan susu hangat kesukaanmu..”
“hmm..makasih yah sayang?!!”
Kunikmati
satu demi satu tetes susu hangat buatan istriku. Separuh susu yang tersisa aku
berhenti sejenak. Ku pandangi dan ku belai rambutnya. Aku mendekat dan ku kecup
keningnya. Dan aku pun berkata..
“I love you, sayang..”
“I love you too, sayang..”
Setelah
kami bermanja-manja sebentar tadi aku pun bergegas ke kamar mandi. Ku basuh
mukaku dengan sabun nivea yang baru aku beli awal bulan kemarin. Setelah itu,
aku mengajaknya untuk berkeliling komplek pagi ini. Yah, hitung-hitung untuk
lebih mengenal tetangga sekitar. Rutinitas seperti ini biasa kami lakukan pada
saat weekend. Maklum, aku dan dia juga setiap hari sibuk dengan kerjanya
masing-masing. Tetangga sekitar tampak ramah, dan selalu mengasihkan senyumnya
pada kita. Ekspresi gembira sesekali timbul malu-malu dari wajah kita berdua.
Mungkin karena kita pasangan pengantin yang baru menikah satu bulan yang lalu.
Saat ini kami tinggal di Surabaya. Kota yang penat, kota yang tak serindang
awal mula pemberontakan bung tomo. Di rumah sederhana, namun bermotif minimalis
dengan sedikit diberi hiasan alam yaitu taman mini yang berada di halaman
depan.
Canda
gurau menyelimuti jalan-jalan kita pagi ini. Sesampainya kembali ke rumah, aku
bergegas menuju kamar mandi. Ia pun aku suruh untuk segera mandi. Aku sudah tak
sabar ingin memasak bareng dengannya. Pagi ini kami akan memasak sayur asam,
ditemani bakwan goreng rasa cinta julukanku.
“dik, ayok cepat mandi. Habis ini kita masak bareng ya?”
“hehehe..iyah mas. Masnya udah laper banget yah?”
“hehe, iyah dik. Laper banget mas gara-gara jalan tadi.”
“halah mas-mas, baru jalan-jalan begitu ajah sudah capek. Tapi
waktu bercinta semalam kamu kuat beberapa ronde untuk mengalahkan aku?’’
“uuussstt..udah ayok cepat mandi dek!?”
Dan ia
pun menuju kamar mandi. Kami selalu melewati setiap weekend dengan kegiatan
seperti ini. Bersenang-senang dengan istri, dan memasak bersama.
Hampir
setahun aku lalui hari-hariku bersamanya. Namun, ada suatu minggu yang
membuatnya nampak murung. Entah murung karena sakit atau gimana aku pun tak
tahu. Dia seringkali ke kamar mandi. Dia terkadang juga mual-mual.
“kenapa kamu, dik?”
“ndak apa-apa kok, mas. Palingan cuman masuk
angin biasa.”
“ahh, yang benar?? Ayok aku anter ke dokter
yuk?”
Tanpa
berpikir panjang aku membawanya ke rumah sakit. Aku bawa ia ke rumah sakit
darmo. Saat itu cuaca sedang terik. Belum lagi macetnya surabaya yang membuatku
agak sedikit kesal. Ku parkirkan mobilku, dan segera aku daftar untuk mengantri
no urut pemeriksaan. Tibalah no antriku..
“124, nyonya lia. Silahkan masuk..”
“selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”
“gini dok, istri saya semingguan ini mual-mual.”
“baiklah, mari buk saya periksa.”
10
menit ia berbaring dalam ranjang komersil sang dokter. Sekembalinya ke meja
konsultasi dokter pun berkata..
“selamat pak, istri bapak mengandung.”
Alangkah
bahagianya aku dan istriku mendengar berita tersebut. Yah, lumayan lama kami
berharap segera mendapatkan momongan. Kami pun segera pulang dan mengabari
orang tuaku dan orang tua istriku. Rupanya ini adalah kado terindah yang tuhan
berikan untuk orang tua kita berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar