Kamis, 01 November 2012

Esai


Akankah suara kami didengar,atau hanya 
seperti anjing menggonggong saja???


Buruh seringkali dianggap seperti manusia tanpa keadilan,kerjanya keras tetapi tak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Kurang jelasnya peraturan pemerintah yang mengatur secara detail tentang buruh membuat banyak perusahaan seenaknya memanfaatkan tenaga buruh secara eksplorasi besar-besaran. Seperti buruh yang bekerja di pabrik kertas di Mojokerto yang menggunakan sistem outsourching atau sistem kontrak hanya mendapatkan upah perhari 22000 padahal jika dikalikan 30 hari saja buruh tersebut hanya mendapatkan upah 660000. Jika ada lemburan hanya digaji sebesar 6000/jam,dan lemburan itu juga tidak bisa terus-menerus diberikan.


Mau disiksa seperti apa lagi para buruh, padahal menurut Permenekertrans No. PER-17/MEN/VIII/2005 tentang “Komponen dan Tahapan Pelaksanaan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak” yang mengatur tentang upah minimum para buruh. Selain itu UU nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa upah buruh meliputi upah minimum, upah lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan dsb.  Itukah namanya keadilan yang didapatkan para buruh???


Buruh hanya menginginkan kesetaraan seperti karyawan yang lainnya. Dan tanpa harus ada sistem outsourching. Selain itu tidak adanya tunjangan jaminan keselamatan kerja maupun kesehatan, dan tunjangan hari raya juga membuat buruh hidup dalam penderitaan. Belum juga ancaman PHK dari jasa penyelenggara sistem outsourching Janganlah kalian pikir terus makna kepuasan dalam diri kalian, lihatlah nasib para buruh. Haruskah kami para buruh mengemis atau meminta-minta dahulu agar semua bisa terselesaikan. Kami buruh bukan hewan yang meronta-ronta tanpa arti, tetapi kami para buruh menuntut keadilan dari “Pemerintah dan Pengusaha” tentang nasib kami. Yaa.. Semoga saja!!!



Novrisha Widya Rizkyanto