Minggu, 18 Mei 2014

Estetika dan Komunikasi Visual Dalam Semiotika


A.    Pendahuluan

Pada kehidupan ini banyak terdapat tanda-tanda yang melatarbelakangi sesuatu kejadian atau masalah yang ada. Tanda-tanda tersebut berhubungan dengan semiotik, semiotik merupakan ilmu yang mengkaji tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Tanda merupakan sesuatu yang dapat mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan alamiah. Lambang merupakan sesuatu yang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara ilmiah dan langsung. Menurut Martinet (2010:46) ada beberapa tanda yang ditemukan orang, dan ada beberapa tanda lain yang memang dibikin. Kedua jenis tanda itu sama-sama bisa mempengaruhi perilaku manusia.
Dibalik tanda-tanda maupun lambang terdapat nilai-nilai estetika yang memperkuat dan memperindah objek-objek tersebut. Nilai-nilai keindahan pasti ada pada setiap objek. Tanpa sadar kita setiap hari dapat menjumpai karya-karya yang memiliki keindahan misalnya karya seni pada lukisan, foto, film dan lain sebagainya. Keindahan karya tersebut sangat berpengaruh terhadap seberapa karya tersebut dihargai oleh penikmat karyanya. Menurut Noth (2006:429) menyatakan bahwa semula estetika merupakan kajian tentang keindahan karya seni dan keindahan alam. Untuk mengetahui estetika pada suatu objek, perlu perlibatan panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan pengecap. Estetika tersebut berhubungan dengan komunikasi visual. Komunikasi visual merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa visual. Visual merupakan objek yang dapat dilihat oleh indera penglihatan. Komunikasi itu sendiri merupakan alat interaksi antara satu dengan yang lainnya. Bahasa visual tersebut menjadi alat menyampaikan komunikasi yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk menyampaikan arti, makna, atau pesan.  Komunikasi visual, diasosiasikan dengan musik, fotografi, lukisan, arsitektur, objek, citra, film, komik, dan iklan.

1. Estetika
Estetika adalah cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari tentang keindahan suatu seni, atau seringkali ahli menyebutnya sebagai ilmu yang menggabungkan antara pengetahuan dengan filsafat. Kata estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu aisthetika yang berarti hal-hal yang dapat diserap oleh pancaindera. Oleh karena itu, estetika sendiri seringkali diartikan sebagai persepsi indera (sense of perception). Baumgarten (dalam Noth, 2006:5) mengatakan sistem estetika teoritis juga mempostulatkan cabang semiotik sebagai cabang kajian yang berkaitan dengan sesuatu yang dapat dipahami dan disusun secara indah. Artinya, estetika sendiri sangat berkaitan dengan semiotika walaupun tanpa suatu pengesahan yang kongkret tentang sesuatu seni tersebut namun bila sesuatu tersebut dapat dipahami dan dinikmati oleh pancaindera maka hal tersebut bisa dikatakan estetika.  
Menurut Noth (2006:429) menyatakan bahwa semula estetika merupakan kajian tentang keindahan karya seni dan keindahan alam. Pendekatan-pendekatan semiotik terhadap estetika menganggap karya seni sebagai tanda dan teks. Estetika semiotik telah menginterpretasikan kembali prinsip-prinsip ini dalam kaitanya dengan semantik dan pragmatik.   
Maka, dalam hal ini estetika dipandang sebagai ilmu pengetahuan berdasarkan pada kegiatan pengamatan yang  dilakukan dengan menggunakan panca indera, yaitu (1) mata sebagai indera penglihatan, (2) hidung sebagai indera penciuman, (3) telinga sebagai indera pendengaran, (4) lidah sebagai indera pengecap, dan (5) kulit sebagai indera peraba. Sebagai contoh, dalam mengamati suatu karya seni, kita menggunakan kelima indera tersebut untuk mendapatkan kesan yang ditimbulkan dari karya seni yang diamati, baik itu kesan warna, ruang, tekstur, dan sebagainya. Setelah kita mendapatkan kesan dari karya seni yang telah diamati, maka kita dapat merasakan unsur keindahan yang terdapat pada karya seni tersebut. Keindahan bersifat relatif bergantung pada selera atau cita rasa masing-masing individu. Selera atau cita rasa yang dimaksud adalah kecenderungan menyukai sesuatu atau hal-hal yang pernah dialami.
Berbeda dengan pendapat Baumgarten yang menemukan istilah estetika dari bahasa yunani, ‘persepsi (tanggapan langsung) dengan indra’, agar dapat menunjukkan gagasannya tentang “ilmu kognisi (proses memperoleh pengetahuan) perseptual (tajam)’ Baumgarten (Noth,2006:429). Jadi, estetika Baumgarten merupakan estetika yang memerlukan pemahaman secara mendalam dari tanggapan indra kita. Sehingga, kita mudah untuk memahami dan mengetahui nilai-nilai keindahan didalamnya.
Keindahan atau estetika terdapat pada keindahan alam dan seni. Estetika semakin menjadi kajian terhadap objek-objek seni, yang mengabaikan objek-objek estetika alam (Noth,2006:430). Jadi, estetika tersebut sekarang jarang menggunakan objek alam sebagai bahan kajiannya melainkan, sudah menggunakan karya-karya seni yang fiksi berimajinatif.

1.1  Musik 
Pada dasarnya pengertian musik sendiri masih sangat abstrak, atau dalam arti penjelasan dari musik itu sendiri masih belum jelas. Secara sudut pandang semiotika bahwa teks yang tertulis dalam penciptaan musik (lirik lagu) itu merupakan ikon yang melambangkan kondisi perasaan maupun kejadian yang orang lain atau pengarang musik alami. Kemudian, teks tersebut memang secara sengaja diutarakan oleh penyanyi yang bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai suatu teks. Maka, kajian semiotika dalam karya musik sendiri tidak bisa berdiri secara utuh tanpa bantuan semantik musik. Van Zoest (dalam Alex Sobur, 2013:144) menambahkan tidak ada semiotika musik tanpa semantik musik. Semantik musik, bisa dikatakan, harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya. Meskipun peranan dari semantik musik sendiri tidak begitu menonjol atau terkadang sulit menemukan isi tanggapan (denotatum) yang berada dalam teks musik tersebut namun Van Zoest (dalam Alex Sobur, 2013:144) mengutarakan terdapat tiga kemungkinan yaitu;
1)      Menganggap unsur-unsur struktur musik sebagai ikonis bagi gejala-gejala neurofisiologis pendengar.
2)      Menganggap gejala-gejala struktural dalam musik sebagai ikonis bagi gejala-gejala struktural dunia penghayatan yang dikenal
3)      Untuk mencari denotatum musik kearah isi tanggapan dan perasaan yang dimunculkan musik lewat indeksikal.
Dengan demikian, kajian semiotik terhadap musik tidak dapat berdiri secara individual tanpa bantuan dari cabang linguistik lainnya. Musik sendiri memiliki genre yang sangat banyak, mulai dari musik pop, rock, reggae, jazz, dan lain sebagainya. Walaupun dalam genre musik tersebut memiliki pengertian sendiri-sendiri namun pada hakikinya musik masih cenderung dalam pengertian yang abstrak. Seperti musik pop, dia membawa kekaburan sifat dari musik, artinya bahwa musik pop masih bersifat tidak jelas. Fabio Dasilva (dalam Alex Sobur, 2013:145) menambahkan “music will be described but not defined”. Sehingga pemakalah menarik kesimpulan bahwa tanda yang berada dalam musik seperti lirik, intonasi penyanyi, intonasi dari musik itu sendiri tergolong dalam ikon. Seperti lagu Ebith G Ade (berita kepada kawan), di mana Ebith membawakan lagu yang berlatarbelakang tentang kesedihan melalui penekanan pada tiap-tiap bait liriknya, kemudian di tambah alunan nada yang bersinkronisasi sesuai dengan apa yang ingin Ebith utarakan lewat lagunya.

Ebith G Ade “Berita Kepada Kawan”
Perjalanan ini
Trasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk
Disampingku kawan

Banyak cerita
Yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan

Tubuhku terguncang
Dihempas batu jalanan
Hati tergetar menatap
kering rerumputan

Perjalanan ini pun
Seperti jadi saksi
Gembala kecil
Menangis sedih ...

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya tlah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut
Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak
Kepada matahari

Tetapi semua diam
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langit

Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang

1.2 Iklan dan Objek 
Merupakan dua pembahasan yang saling berhubungan. Di mana suatu iklan tersebut tayang pasti menggunakan maupun  membawakan objek yang akan dipromosikan. Alex Sobur (2013:116) mengatakan terdapat dua media yang digunakan dalam iklan yaitu; (1) media cetak [surat kabar, majalah, brosur, dan papan iklan (2) media elektronik [radio, televisi, film]. Dalam iklan itu sendiri memiliki suatu sitem tanda di mana sistem tanda terdiri atas lambang, baik berupa lambang verbal maupun ikon. Lambang sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu; verbal dan nonverbal. Lambang verbal tertuju pada ujaran bahasa yang seringkali kita gunakan dalam berbicara sehari-hari. Sedangkan nonverbal lebih mengarah pada bentuk, dan warna yang tidak secara khusus meniru rupa dari bentuk realitas sesungguhnya. Dalam pemilihan suatu iklan juga memerlukan pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan layak atau tidaknya iklan tersebut dapat di analisis. Berger (dalam Alex Sobur, 2013:117) menambahkan ada beberapa pertimbangan yang hendaknya pembaca pertimbangkan dalam menganalisis sebuah iklan, yaitu:
1)      Penanda dan petanda
2)      Gambar, indeks, dan simbol
3)      Fenomena sosiologi
4)      Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk
5)      Desain dari iklan
6)      Publikasi yang ditemukan di dalam iklan.
Kemudian setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut barulah kita dapat menginjak dalam proses penganalisisan iklan. Cobley dan Jansz (dalam Alex Sobur, 2013:119) mengatakan terdapat tiga pesan yang terkandung dalam iklan yaitu; (1) pesan linguistik, maksudnya semua kata yang tertera dalam iklan tersebut memiliki makna apa, (2) pesan ikonik yang terkodekan, maksudnya pesan konotasi yang berada dalam foto atau gambar iklan tersebut, (3) pesan ikonik tak terkodekan, maksudnya pesan denotasi yang tampak jelas dalam foto atau gambar pada iklan tersebut.
Maka, penulis menyimpulkan bahwa suatu iklan selalu hidup secara sinergi dengan objek. Karena di mana suatu iklan tersebut ditampilkan maka di situlah juga terdapat suatu objek yang dipertotonkan. Semisal iklan tolak angin versi plesetan dari Jokowi, di mana pemroduksi iklan ingin menampilkan objek atau bahan yang ingin di iklankan melalui sosok jokowi. Peranan tanda maupun simbol secara linguistik berada pada tulisan “bersih, jujur, ojo dumeh”, kemudian peranan tanda maupun simbol yang terkodekan berada pada pesan yang mengajak penglihat iklan tersebut untuk membeli produk yang telah di iklankan tersebut. dan yang terakhir tanda dan simbol yang tak terkodekan berada pada pesan lugas sosok Jokowi yang ditampilkan dengan tampilan yang sederhana dalam masyarakat.
1.3  Film 
Pada dasarnya pengertian film merupakan alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006:196). Penulis sendiri memberikan pengertian bahwa film adalah manifestasi dari realita kehidupan walaupun kadangkalanya ada saja film yang terlalu menunjukkan unsur fiksinya terlalu frontal. Maksudnya terkadang suatu film ada yang lebih menonjolkan unsur imajinasinya yang di luar nalar. Van Zoest (dalam Alex Sobur, 2013:128) menambahkan film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.  
Berbeda dengan fotografis statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Artinya, dalam sebuah film selalu terdapat sistem tanda yang menciptakan suatu imaji bagi penikmat film dan menciptakan suatu sistem yang memberikan efek terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam jalannya film tersebut. Dalam film sistem tanda yang dimaksud adalah gambar dan suara. Sobur (2013:128) mengatakan yang penting dari film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film.  
Musik film sendiri tergolong tanda ikonis, karena seumpama musik tersebut dijalankan dari melandai hingga mengeras bahwa menunjukkan terdapat maksud dari pengarang yang ingin menimbukan perasaan takut maupun ancaman terhadap suatu adegan tertentu. Sardar & Loon (2013:130) berpendapat film juga sebetulnya tidak jauh berbeda dengan televisi. Namun, film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksisnya dan tata bahasa yang berbeda. Sobur (2013:130) menambahkan tata bahasa itu sendiri terdiri atas semacam unsur yang akrab, seperti pemotongan (cut), pemotretan jarak dekat (close-up), pemotretan dua (two shot), pemotretan jarak jauh (long shot), pembesaran gambar (zoom-in), pengecilan gambar (zoom-out), memudar (fade), pelarutan (dissolve), gerakan lambat (slow motion), gerakan yang dipercepat (speeded-up), dan efek khusus (special effect). Sehingga, pada dasarnya film melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik yang bertujuan untuk mengimplisitkan suatu pesan yang ingin disampaikan.  
Penulis mengambil secuil contoh dari film “5cm”, di mana film ini mengisahkan tentang masing-masing watak yang berbeda sifat, rasa tanggungjawab yang di emban setiap tokohnya, kemudian pesan tersirat yang diambil dari film ini adalah bagaimana caranya menyelesaikan kesuksesan sendiri terlebih dahulu kemudian bertemu bersama dalam keadaan yang bahagia di setiap tokohnya.

1.4  Komik 
Jika menilisik keterkaitan semiotik dalam bidang seni sangatlah banyak, termasuk dalam komik. Banyak sekali tanda maupun simbol yang terdapat dalam komik. Karena pada hakikatnya komik sendiri jelas memiliki tanda-tanda visual dan kata-kata. Setiawan (dalam Alex Sobur, 2013:137) menambahkan bahwa komik adalah cerita bergambar dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku, yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Namun, terkadang adapula komik yang mengedepankan unsur serius atau misterius dalam alur ceritanya. Dalam kajian semiotika sendiri fungsi tanda dan simbol sangat melekat dalam komik, tetapi sebelum terjun langsung dalam kajian hendaknya kita mengumpulkan terlebih dahulu data guna menghasilkan penafsiran yang komplek terhadap hasil kajian tersebut.  
Menurut Putra (dalam sobur, 2013:136) menambahkan dengan memandang suatu karya seni sebagai sebuah teks , maka pemaknaan terhadap kesenian ini sepenuhnya berada di tangan peneliti, dan untuk memahami teks kesenian tersebut, si peniliti dapat menggunakan berbagai macam perangkat konsep yang dianggapnya akan dapat membuatnya lebih paham, lebih dapat memberikan tafsir yang tepat atas teks tersebut. Boneff (dalam Alex Sobur, 2013:137) membagi dua jenis komik yaitu comic-strips dan comic-books. Comic strip merupakan komik yang bersambung yang dimuat dalam surat kabar. Adapun comic-books adalah kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari satu atau lebih judul dan tema cerita, yang di Indonesia disebut komik atau buku komik. Sejalan dengan pendapat tersebut komik memiliki cabang-cabang lainnya. Kartun dan karikatur termasuk ke dalam komik.  
Menurut Alex Sobur (2013:138) berpendapat bahwa sebuah gambar lelucon yang muncul di media massa, yang hanya berisikan humor semata, tanpa membawa beban kritik sosial apapun, biasanya kita sebut sebagai kartun. Sedangkan gambar lelucon yang membawa pesan kritik sosial sebagaimana kita lihat di setiap ruang opini surat kabar, kita sebut karikatur. Sebagai contoh pada detective conan, banyak sekali episode yang terjadi dalam komik ini. Tentunya peranan tanda dan simbol berbeda-beda di setiap episodenya.

1.5  Arsitektur 
Merupakan rancangan suatu bangunan yang didesain menurut pandangan masing-masing orang. Menurut Eco (Noth,2006:443) semiotik arsitektur merupakan suatu cabang semiotik komuniaksi visual yang berkaitan erat dengan estetika, dengan semiotika objek, dan dengan proksemika, semiotika ruang. Banhart CL. Dan Jess Stein (dalam internet) mengatakan bahwa arsitektur adalah seni dalam mendirikan bangunan termasuk didalamnya segi perencanaan, konstruksi, dan penyelesaian dekorasinya; sifat atau bentuk bangunan; proses membangun; bangunan dan kumpulan bangunan. Claudil (dalam internet) juga menambahkan bahwa arsitektur adalah sesuatu yang bersifat personal, menyenangkan dan memerlukan pengalaman. Arsitektur adalah hasil persepsi dan penghargaan manusia terhadap ruang dan bentuk. Ada tiga pengalaman arsitektur: aspek fisikal, emosional dan kebutuhan intelektual. Sehingga menurut pemakalah arsitektur sendiri adalah seni tentang dekorasi rumah.  
Menurut Sipek (dalam Wilfred North,2006:443) berpendapat bahwa semiotik dapat memecahkan berbagai persoalan praktik arsitektur dengan menunjukkan berbagai macam interpretasi dan begitu juga dengan menempatkan manusia di tengah-tengah perhatian arsitektur. Dalam bidang semiotik sendiri material yang mendukung juga tergolong dalam semiotika, terlepas dari fungsi material tersebut. Eco (dalam Wilfred North,2006:444) mengatakan bahwa atap dan jendela sebagian besar bangunan kontemporer memerankan berbagai fungsi primer semacam ini seperti memberikan perlindungan terhadap hujan dan menyediakan cahaya. Maka, jika bentuk dan tata ruangan terjadi secara bagus maka aspek semiotikanya maka akan terlihat lebih jelas.

1.6   Lukisan
Lukisan merupakan bentuk visualisasi dari sebuah perasaan maupun penglihatan yang sengaja pelukis ciptakan guna penyampaian sebuah ekspresi. Soedarso (dalam internet) mengartikan bahwa lukis merupakan cabang dari seni rupa yang cara pengungkapannya diwujudkan melalui karya dua dimensional dimana unsur - unsur pokok dalam karya dua dimensional adalah garis dan warna. Mengapa lukisan juga termasuk dalam kajian semiotik, karena bisa kita cermati secara perlahan bahwa dalam semiotik sendiri kita pastinya mengenal pengertian dari garis dan warna itu sendiri. Dan di mana keduanya tergolong dalam ikon, dan ikon sendiri masuk ke dalam sub pembahasan tanda. Tanpa pelukis sadari, ketika masih dalam sketsa awal dan membentuk sebuah garis-garis atau pun titik tersebut sudah termasuk ke dalam semiotik, dan ditambah lagi dari peran warna yang membuat unsur garis tersebut bisa nampak lebih muncul.

1.7   Citra  
Merupakan sebuah fenomena mental yang tercipta akibat proses ikonis. Maksudnya, ketika kita mengkaji tentang ikon/keikonikan maka citra tersebut akan muncul. Meskipun banyak orang yang mempersamakan antara ikon dengan citra, namun ikon sendiri cakupannya lebih rumit. Menurut Pierce (dalam Wilfred North, 2006:454) ikon minimal mencakup kelas tanda yang lebih luas oleh kemiripan yang mencakup tanda-tanda oleh saluran nonvisual. Artinya, peran ikon disini jauh lebih luas ketimbang citra. Sebagai contoh, ketika kita menikmati sebuah pemandangan lukisan secara sikap mental kita mengagumi maupun menanggapi menurut perasaan individu masing-masing, peran semiotik dalam hal ini adalah tanda apa yang dapat kita rasakan ketika kita melihat lukisan tersebut. Bisa saja kita merasa senang dan ingin menggambar seperti dengan lukisan tersebut, namun bisa pula kita tidak menyukai lukisan tersebut. Tinggal bagaimana kita dapat memaknai sebuah karya seni atau suatu tulisan tersebut.

1.8  Fotografis
Menurut Amir Hamzah Sulaeman (dalam internet) mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya. Penulis menambahkan bahwa fotografi adalah sebuah seni gambar dengan bantuan cahaya melalui media kamera. Kegiatan seperti ini biasanya digunakan dalam visualisasi dari sebuah kegiatan, atau dokumentasi dari apa yang sedang dilakukan pada saat itu.  Kaitannya fotografi dengan semiotika adalah di mana fotografi termasuk juga ke dalam ikon dan indeks. Ikonnya dalam fotografi ditunjukkan bagaimana fungsi garis dan warna itu sendiri berpengaruh terhadap hasil suatu potretan, sedangkan indeksnya adalah hasil ketika foto tersebut jadi. Jika seumpama objek pemotretan tersebut sedang tersenyum, maka indeks dalam foto tersebut mengartikan bahwa objek tersebut sedang berada dalam posisi senang maupun di posisikan senang.  
Menurut Pierce (dalam Wilfred Noth, 2006:469) menambahkan foto sebagai ikon maupun sebagai indeks. Pada satu pihak “dalam beberapa hal tertentu, foto benar-benar mirip objek-objek yang digambarkannya”,  sedangkan pada sisi lain foto “dihubungkan secara fisik” dengan objeknya, karena foto “secara fisik dipaksa untuk sama secara detail dengan alam. “dari sudut pandang karakteristik materialnya.


2.2 Komunikasi Visual
Dalam kajian semiotika komunikasi visual merupakan pemrosesan sebuah tanda dalam proses komunikasi yang bisa terlihat, berupa kode eksplisit atau pun implisit. Kode eksplisit atau implisit disini dijelaskan bahwa ada tanda-tanda visual yang tercipta karena memang ditujukan secara lugas, namun adapula kode yang disajikan atas dasar rahasia, seperti proses komunikasi yang dilakukan oleh waria. Di mana terdapat kode-kode tertentu yang orang awam sulit untuk mengartikan. Tinarbuko (2008:X) menyatakan jika dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah sebuat ‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintak (syntagm) yang khas, yang berbeda misalnya dari system semiotika seni. Di dalam system semiotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’ yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (message) dari sebuah pengirim pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.
C. Simpulan
Estetika merupakan persepsi yang dihasilkan dari keindahan sebuah atau sesuatu benda yang dapat dirasakan oleh pancaindera. Estetika sendiri bentuk kajian yang bercabang dari filsafat ilmu. Banyak sekali ahli-ahli semiotika yang mengkaji estetika tersebut, mulai dari musik, film, komik, iklan, lukisan, fotografi dan lain sebagainya. Mengapa seperti itu, karena dalam estetika sendiri pun tidak jauh dari kata indeks maupun ikon. Di mana kedua hal tersebut termasuk dalam kajian semiotika sendiri. Kemudia tentang komunikasi visual sendiri adalah bentuk pengoperasian suatu tanda dalam proses interaksi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Jadi estetika dan komunikasi visual sendiri sudah hal yang lumrah untuk dikaji dalam semiotika.

                                                                        Daftar Rujukan
Ipang.2012. Pengertian Lukis Menurut Beberapa Ahli. [online] diakses tanggal 15 Mei 2014. http://www.lepank.com/2012/07/pengertian-lukis-menurut-beberapa-ahli.html
Martinet, Jeanne.2010.Semiologi.Yogyakarta:Jalasutra.
Noth, Wilfried.2006.Semiotik.Surabaya:Airlangga University Press.
Sobur, Alex.2013.Semiotika Komunikasi.Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Tinarbuko, Sumbo.2008.Semiotika Komunikasi Visual.Yogyakarta:Jalasutra
Udayana, Bagus Gede.2010.Pengertian Fotografi dan Foto Jurnalistik. [online] diakses pada tanggal 15 Mei 2014. http://dkv.isi-dps.ac.id/berita/pengertian-fotografi-dan-foto-jurnalistik.
Wijanarko, Agung. 2013. Pengertian Arsitektur Menurut Beberapa Ahli.[online] diakses tanggal 15 Mei 2014. http://architectureinhand.blogspot.com/2013/02/pengertian-arsitektur-menurut-para-ahli.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar