Jumat, 19 April 2013

Cerpen

Kuliahku, pikiranku


Jum’at pagi, lalu lalang motor dan mobil menemani perjalananku menuju ke kampus megah. Kampus yang dikelilingi dengan pohon-pohon dan menara tinggi disebelahnya. Tepat pukul 07.00 dosen telah menunggu kita semua dalam ruangan yang dingin dan komputer tampak rapi berbaris didekat dinding. Semua fokus pada intruksi yang diberikan sang dosen, sedangkan aku bingung dengan sesuatu yang sedang aku pikirkan pada saat itu. Bingung akan pikiran kosong, dan bingung dengan pikiran yang tak pasti. Tak terasa aku melewatkan ilmu yang terbuang sia-sia karena pikiran yang menyelubungi otakku ini.
Tepat pukul 09.10 jam perkuliahan berakhir. Bergegas aku pergi dari tempat itu dan berharap semua yang sedang aku pikirkan hilang. “Kacau balau pikiranku hari ini”, kataku dalam hati. Kawan-kawanku rupanya mengerti bahwa hari ini aku sedang dalam kondisi yang tidak baik. Maka mereka berinisiatif mengajakku untuk makan dan bersendau gurau di kantin belakang.
Nyam, nyam, nyam...,
Ssssrrruuuppp...,
Campur jamur + es jeruk menu makanan pagiku kali ini yang telah aku pesan. Mungkin makanan itu hanya sebagai penetralisir sementara pagiku ini yang buram. Sebatang rokok pun juga menemani kenyang yang aku rasakan. “tapi ? kenapa rasa ini tak kunjung hilang?, batinku yang bingung”. Yah, memang seminggu ini aku merasa sikapnya berubah. Entah aku tak mengerti mengapa dia berubah seperti itu. Mungkin dia bosan, atau mungkin dia sudah tak sayang lagi. Maklum saja, memang hari ini aku merasakan perasaan yang luar biasa kacaunya. Dan itu menambah firasat burukku kepadanya.
Wajar saja 5 bulan lamanya aku  aku mempertahankan rasa ini hanya untuk dia, semua yang aku lakukan atas dasar sayang. Aku berharap dia juga bisa mengerti dan merasakan apa yang aku lakukan untuknya. Sikap dia selama 5 bulan jalan denganku memang berbeda dengan 3 bulan sebelumnya saat masih menjalin hubungan dengan temanku. Aku merasakan memang itu cinta, sedangkan aku?. Yah, bisa dikatakan aku iri dengan keromantisan itu. Dengan sikap yang ditunjukkannya. “tuhan mengapa kamu ciptakan dia untuk aku, jika memang cinta dia tak sama seperti sebelum denganku?”. Denganku serasa hanya sebuah kakak dan adik saja. Dan memang itu yang aku rasakan saat ini. Sudah berapa tetes air mata yang berlinang karenanya, tapi akankah dia mengerti?. Kurasa tidak, dia bukanlah sosok yang pengertian. Aku takut dia pergi dan kembali bersamanya. “aku belum siap tuhan!” pintaku dalam hati. Jika memang dia pergi meninggalkan aku, aku berharap ada sosok yang bisa menjaga dan merubahnya tuk menjadi lebih baik. Meski aku memang belum siap dan rela tuk melepasnya. Tetapi aku terkadang heran, walaupun dia seperti itu aku masih sayang padanya. Entah sihir apa yang telah dia berikan kepadaku. Apa mungkin inilah yang namanya cinta. Tak memandang seberapa sakit, parah, dan terluka. Andai ada seorang teman yang bisa menyelamatku dari pikiran yang tak pasti seperti ini. “tuhan, bantu aku?”.
Setelah aku melamun begitu lamanya, kawan-kawan mengajakku tuk pulang dan beristirahat dirumah keduaku. Dan alas ini sedianya bisa membuat aku tertidur pulas dan berharap bisa melupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.