Kuliahku, pikiranku
Jum’at
pagi, lalu lalang motor dan mobil menemani perjalananku menuju ke kampus megah.
Kampus yang dikelilingi dengan pohon-pohon dan menara tinggi disebelahnya.
Tepat pukul 07.00 dosen telah menunggu kita semua dalam ruangan yang dingin dan
komputer tampak rapi berbaris didekat dinding. Semua fokus pada intruksi yang
diberikan sang dosen, sedangkan aku bingung dengan sesuatu yang sedang aku
pikirkan pada saat itu. Bingung akan pikiran kosong, dan bingung dengan pikiran
yang tak pasti. Tak terasa aku melewatkan ilmu yang terbuang sia-sia karena
pikiran yang menyelubungi otakku ini.
Tepat
pukul 09.10 jam perkuliahan berakhir. Bergegas aku pergi dari tempat itu dan
berharap semua yang sedang aku pikirkan hilang. “Kacau balau pikiranku hari
ini”, kataku dalam hati. Kawan-kawanku rupanya mengerti bahwa hari ini aku
sedang dalam kondisi yang tidak baik. Maka mereka berinisiatif mengajakku untuk
makan dan bersendau gurau di kantin belakang.
Nyam,
nyam, nyam...,
Ssssrrruuuppp...,
Campur
jamur + es jeruk menu makanan pagiku kali ini yang telah aku pesan. Mungkin
makanan itu hanya sebagai penetralisir sementara pagiku ini yang buram. Sebatang
rokok pun juga menemani kenyang yang aku rasakan. “tapi ? kenapa rasa ini tak
kunjung hilang?, batinku yang bingung”. Yah, memang seminggu ini aku merasa
sikapnya berubah. Entah aku tak mengerti mengapa dia berubah seperti itu.
Mungkin dia bosan, atau mungkin dia sudah tak sayang lagi. Maklum saja, memang
hari ini aku merasakan perasaan yang luar biasa kacaunya. Dan itu menambah
firasat burukku kepadanya.
Wajar
saja 5 bulan lamanya aku aku
mempertahankan rasa ini hanya untuk dia, semua yang aku lakukan atas dasar
sayang. Aku berharap dia juga bisa mengerti dan merasakan apa yang aku lakukan
untuknya. Sikap dia selama 5 bulan jalan denganku memang berbeda dengan 3 bulan
sebelumnya saat masih menjalin hubungan dengan temanku. Aku merasakan memang
itu cinta, sedangkan aku?. Yah, bisa dikatakan aku iri dengan keromantisan itu.
Dengan sikap yang ditunjukkannya. “tuhan mengapa kamu ciptakan dia untuk aku,
jika memang cinta dia tak sama seperti sebelum denganku?”. Denganku serasa
hanya sebuah kakak dan adik saja. Dan memang itu yang aku rasakan saat ini.
Sudah berapa tetes air mata yang berlinang karenanya, tapi akankah dia
mengerti?. Kurasa tidak, dia bukanlah sosok yang pengertian. Aku takut dia
pergi dan kembali bersamanya. “aku belum siap tuhan!” pintaku dalam hati. Jika
memang dia pergi meninggalkan aku, aku berharap ada sosok yang bisa menjaga dan
merubahnya tuk menjadi lebih baik. Meski aku memang belum siap dan rela tuk
melepasnya. Tetapi aku terkadang heran, walaupun dia seperti itu aku masih
sayang padanya. Entah sihir apa yang telah dia berikan kepadaku. Apa mungkin
inilah yang namanya cinta. Tak memandang seberapa sakit, parah, dan terluka.
Andai ada seorang teman yang bisa menyelamatku dari pikiran yang tak pasti seperti
ini. “tuhan, bantu aku?”.
Setelah
aku melamun begitu lamanya, kawan-kawan mengajakku tuk pulang dan beristirahat
dirumah keduaku. Dan alas ini sedianya bisa membuat aku tertidur pulas dan
berharap bisa melupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.