Kisah Cinta Kikil Mbok Yem (KICIKIMY)
Mentari
berjalan menyusuri tapak beraspal, berjalan santai untuk bersembunyi dibalik
ilalang. Saat itu aku pulang kuliah, dan mampir ke sebuah gubuk kecil, gubuk
kecil milik mbok yem. Dalam gubuk kecil itu terjejer botol-botol kaca pelepas dahaga, tikar kecil menjadi
alas dudukku, lampunya pun tak begitu terik, dan dinding-dinding rapuh
melukiskan kisah sejarah gubuk kecil tersebut. Walaupun gubuk itu tidak terlalu
besar, namun nasabah setia mbok yem rela mengantri secangkuk kecil kikil
bercitra rasa restauran.
Saat
itu aku memesan 1 kikil istimewa, yah lumayan lama aku harus menunggu. Pantas
saja waktu aku datang tepat jam 5 sore. Tepat ramai-ramainya nasabah mbok yem
berebut rasa dari kikilnya. Disela-sela waktu menunggu, tak sengaja aku melihat
sosok gadis cantik melamun tepat disudut pojok gubuk kecil ini. Perlahan-lahan
aku coba untuk mendekati dan menyebelahinya. Tampak gadis cantik itu meluberkan
batinnya lewat kedua bola matanya. Secuil perasaan gundah merubah dan membasahi
pelupuk matanya. Bibir tipisnya seperti indahnya lekuk bunga jasmin di padang
safana tampak tidak bisa berbohong bahwa dirinya sedang ada masalah. Dengan
tekad kuat aku memberanikan diri untuk bertanya namanya, sebut saja sania.
Seorang mahasiswi ITB semester 5.
Aku
bertanya, “kenapa kamu menangis,san?”
“Aku
sedang banyak masalah jun, aku pusing dengan hidupku seperti ini.”jawab sania.
Aku
bertanya lagi, “memang kenapa, ceritakan saja padaku, mungkin saja aku bisa
membantu?!”.
“jadi
beginiluh jun, aku sekarang lagi banyak tugas terus parahnya kemarin orang
tuaku juga lagi sakit parah”. Jabarnya
“eembb,
cup cupp... sudahlah jangan menangis. Manusia memang di takdirkan untuk
menerima dan berusaha mengatasi permasalahan yang sedang ia alami”. Jawabku
“
iyah sih jun, tapi aku tak biasa dengan permasalahan yang seperti ini”.
Rintihnya
Kemudian
disela-sela aku berbicara datanglah mbok yem dengan pesanan kikilku,
“ini
jun kikilmu, ini mbak’e kikil.e sampean..”kata mbok yem.
“makasih
mbok yem, oh yah sama es teh 2 yah mbok?”pintaku.
Mbok
yem pun kembali ke bilik dapur, dan kami pun kembali berbincang-bincang. Kami
mengobrol dengan asyik-asyiknya. Cukup lama kami ngobrol akhirnya sampai aku
menamati secuil senyum manis dari gadis ini. Sungguh senang batinku ketika bisa
membuat gadis ini tersenyum.
Tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6 kurang 15 menit, saatnya aku shalat
magrib. Dia pun juga mau bergegas pulang, katanya sih mau ngerjakan tugas
kuliahnya. Tanpa berpikir lama-lama kami pun berpamitan pulang. Keluar dari
masjid, saya pun sempat duduk melamun. Memandangi arah taman depan masjid, yang
begitu indah. Di kelilingi bunga-bunga mawar, dan disempurnakan dengan sebuah
kolam ikan. Tanpa ku sadari bahwa aku sedang memikirkan gadis cantik tadi.
Tersadarlah aku jika tadi aku lupa tak menanyai alamat rumah dan no hpnya.
Namun,
jika tuhan memang menyuratkan hatinya untukku suatu saat kita pasti bertemu
kembali. Dan aku pun meyakini itu. Sania, dibalik parasmu aku melihat bahwa kau
sosok yang tangguh. Melawan kerasnya kehidupan dengan satu senyuman dan
tangisan kesahmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar