Selasa, 07 Mei 2013

Sinopsis



Sinopsis Roman Anak Semua Bangsa
Karya: Pramoedya Ananta Toer



            Analisis sedikit tentang sejarah bangsa dikala penjajahan Belanda di Indonesia telah diuraikan secara bagus dan menarik oleh tangan cekatan, pemikiran dan cara pandang yang sangat maju dari seorang Pramoedya Ananta Toer. Dalam romannya yang  kedua ini “Anak Semua Bangsa”. Setelah membaca keseluruhan roman ini, banyak ditemukan bukti-bukti sejarah yang sebenarnya tidak kita ketahui sama sekali sejak dahulu kala. Dengan bahasanya yang sangat jujur dan apa adanya menjadikan roman ini menjadi sebuah karya yang sempat dicekal, dibakar dan dihilangkan eksistensinya. Akibat dari banyaknya keburukan dan ketidakadilan yang dilakukan pihak-pihak penguasa dan dibukakan dalam karya ini, menjadi sebuah tamparan keras kepada mereka yang terlibat langsung dan yang paling bertanggungjawab menjadikan bangsa ini, rakyat dibangsa ini sebagai budak yang dapat diperlakukan semena-mena ditanah airnya sendiri. Jelas ketidakadilan diterapkan dengan sangat bebas. Kebenaran ditutup rapat baik melalui media-media/pers yang seharusnya pro rakyat dan pro realita.

Langsung saja penulis akan memberikan sedikit rangkuman tentang isi pada roman kedua Pram ini. Pada mulanya Annelies Mellema, istri Minke, telah berlayar menuju Netherland. Di Wonokromo, Mama dan Minke sudah bebas keluar masuk rumah. Keadaan rumah itu masih dalam suasana tidak menyenangkan. Mama sering meluapkan ketegangan syarafnya bila berhadapan dengan polisi. Minke belum berminat untuk membaca, apalagi menulis. Minke menemukan cincin Annelies pemberian Robert Suurhof. Dia bermaksud mengembalikannya kepada keluarga Suurhof. Tuan Suurhof menolak cincin tersebut. Dan cincin hasil curian Robert Suurhof kini berada di tangan polisi.

            Panji Darman terus mengirimi surat perkembangan tugasnya memantau keadaan Annelies selama perjalanan. Dia menulis bahwa selama perjalanan menuju kapal di Pelabuhan, banyak orang yang bersimpati pada keluarga Mellema. Prajurit pengawal rombongan Annelies menjadi sasaran makian, hinaan, dan lemparan batu pribumi. Saat kapal berlayar, Panji belum bisa melihat keadaan Annelies karena dia ditempatkan di ambin khusus dan penjagaan ketat serta tidak pernah keluar. Setelah sampai pelabuhan Singapura, dia bisa melihatnya. Tetapi Annelies terlihat lemas, pucat dan seolah tidak mempunyai semangat hidup. Panji berusaha memberitahu Annelies bahwa dia tidak sendiri. Namun usaha itu diketahui oleh perawatnya. Akhirnya pegawai kapal mengizinkan Panji menemani Annelies. Annelies tetap seperti mayat hidup yang entah tak punya tujuan untuk hidup di dunia ini. Sedikit demi sedikit Panji mulai menggantikan tugas perawat mengurus Annelies. Akhirnya, Panji Darman sepenuhnya menjadi perawat Annelies. Sampai di Netherland, Panji tetap menemani Annelies dan merawatnya. Annelies sendiri sudah tidak menyadari sesuatu, hanya Tuhan yang tahu keadaannya. Telegram terakhir Panji Darman, mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrouw Annelies.

            Kehidupan terus berjalan tanpa Annelies, meninggalkan duka pada Mama dan Minke. Hindia mulai digemparkan dengan berita bahwa kedudukan Jepang sama dengan kedudukan Eropa, protes terjdi dimana-mana. Merasa terhina, bangsa Eropayang disamakan dengan salah satu bangsa Asia. Meskipun kenyataannya saat itu Jepang sudah maju ilmu dan pengetahuannya serta memiliki kapal perang yang kuat. Hal ini memicu beberapa kelompok orang di beberapa bangsa Asia lain untuk berusaha bangkit. Kebangkitan itu harus dimulai dengan mengenal bangsa sendiri. Berbuat sesuatu untuk bangsa. Salah satunya seperti yang disarankan Jean Marais terhadap Minke, bahwa Minke harus belajar menulis Melayu, karena itu bahasa yang dapat dimengerti oleh seluruh bangsa di Hindia. Jean menilai Minke pandai menulis Belanda tapi tidak mau menulis Melayu. Jean bertengkar dengan Minke karena hal itu. Khouw Ah Soe, seorang Angkatan Muda Cina, diwawancara oleh pimpinan koran S.N.v/ d D, Marteen Nijman. Khow Ah Soe adalah seorang pemuda Cina yang sedang berjuang untuk membangkitan bangsanya yaitu Tiongkok.

            Kejadian-kejadian kurang menyenangkan terus dialami oleh Mama dan Minke di Wonokromo. Khow Ah Soe diburu polisi Hindia dengan alasan penyelundupan ilegal. Dia dipersilakan menginap di rumah dan menjadi sahabat Minke. Banyak hal tentang perkembangan keadaan bangsa-bangsa Asia yang tidak dimuat di koran Hindia, Minke dapatkan dari Singkeh itu. Beberapa hari setelah itu, Khouw Ah Soe diberitakan meninggal, tenggelam di danau jembatan merah dengan tiga puluh tusukan. Kemudian, kedatangan surat Robert Mellema, memberi berita segala yang ia alami dan lakukan, termasuk tentang kasus pembunuhan ayahnya, Herman Mellema, dan anak yang dilahirkan pembantunya, ternyata adalah darah dagingnya, Rono Mellema.

            Letnan Kolonel Ir. Maurits Mellema, saudara tiri Annelies sekaligus pemegang perwaliannya, datang ke Wonokromo mengantar bungkusan berisi koper kaleng tua yang sudah cembung cekung sana sini dan baju bekas Annelies. Nyai Ontosoroh dan Minke menyambutnya dengan pembunuh dan perampas harta. Seluruh penduduk kampung di Wonokromo berduka, mengetahui majikannya yang baik hati, Noni Annelies, dibunuh oleh saudara tirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar