Sinopsis Roman
Anak Semua Bangsa
Karya:
Pramoedya Ananta Toer
Analisis
sedikit tentang sejarah bangsa dikala penjajahan Belanda di Indonesia telah
diuraikan secara bagus dan menarik oleh tangan cekatan, pemikiran dan cara
pandang yang sangat maju dari seorang Pramoedya Ananta Toer. Dalam romannya
yang kedua ini “Anak Semua Bangsa”. Setelah membaca keseluruhan roman
ini, banyak ditemukan bukti-bukti sejarah yang sebenarnya tidak kita ketahui
sama sekali sejak dahulu kala. Dengan bahasanya yang sangat jujur dan apa
adanya menjadikan roman ini menjadi sebuah karya yang sempat dicekal, dibakar
dan dihilangkan eksistensinya. Akibat dari banyaknya keburukan dan
ketidakadilan yang dilakukan pihak-pihak penguasa dan dibukakan dalam karya
ini, menjadi sebuah tamparan keras kepada mereka yang terlibat langsung dan
yang paling bertanggungjawab menjadikan bangsa ini, rakyat dibangsa ini sebagai
budak yang dapat diperlakukan semena-mena ditanah airnya sendiri. Jelas
ketidakadilan diterapkan dengan sangat bebas. Kebenaran ditutup rapat baik
melalui media-media/pers yang seharusnya pro rakyat dan pro realita.
Langsung saja penulis
akan memberikan sedikit rangkuman tentang isi pada roman kedua Pram ini. Pada
mulanya Annelies Mellema, istri Minke, telah berlayar menuju Netherland. Di
Wonokromo, Mama dan Minke sudah bebas keluar masuk rumah. Keadaan rumah itu
masih dalam suasana tidak menyenangkan. Mama sering meluapkan ketegangan
syarafnya bila berhadapan dengan polisi. Minke belum berminat untuk membaca,
apalagi menulis. Minke menemukan cincin Annelies pemberian Robert Suurhof. Dia
bermaksud mengembalikannya kepada keluarga Suurhof. Tuan Suurhof menolak cincin
tersebut. Dan cincin hasil curian Robert Suurhof kini berada di tangan polisi.
Panji
Darman terus mengirimi surat perkembangan tugasnya memantau keadaan Annelies
selama perjalanan. Dia menulis bahwa selama perjalanan menuju kapal di
Pelabuhan, banyak orang yang bersimpati pada keluarga Mellema. Prajurit pengawal
rombongan Annelies menjadi sasaran makian, hinaan, dan lemparan batu pribumi.
Saat kapal berlayar, Panji belum bisa melihat keadaan Annelies karena dia
ditempatkan di ambin khusus dan penjagaan ketat serta tidak pernah keluar. Setelah
sampai pelabuhan Singapura, dia bisa melihatnya. Tetapi Annelies terlihat lemas,
pucat dan seolah tidak mempunyai semangat hidup. Panji berusaha memberitahu
Annelies bahwa dia tidak sendiri. Namun usaha itu diketahui oleh perawatnya. Akhirnya
pegawai kapal mengizinkan Panji menemani Annelies. Annelies tetap seperti mayat
hidup yang entah tak punya tujuan untuk hidup di dunia ini. Sedikit demi
sedikit Panji mulai menggantikan tugas perawat mengurus Annelies. Akhirnya,
Panji Darman sepenuhnya menjadi perawat Annelies. Sampai di Netherland, Panji
tetap menemani Annelies dan merawatnya. Annelies sendiri sudah tidak menyadari
sesuatu, hanya Tuhan yang tahu keadaannya. Telegram terakhir Panji Darman,
mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrouw Annelies.
Kehidupan
terus berjalan tanpa Annelies, meninggalkan duka pada Mama dan Minke. Hindia
mulai digemparkan dengan berita bahwa kedudukan Jepang sama dengan kedudukan
Eropa, protes terjdi dimana-mana. Merasa terhina, bangsa Eropayang disamakan
dengan salah satu bangsa Asia. Meskipun kenyataannya saat itu Jepang sudah maju
ilmu dan pengetahuannya serta memiliki kapal perang yang kuat. Hal ini memicu
beberapa kelompok orang di beberapa bangsa Asia lain untuk berusaha bangkit.
Kebangkitan itu harus dimulai dengan mengenal bangsa sendiri. Berbuat sesuatu
untuk bangsa. Salah satunya seperti yang disarankan Jean Marais terhadap Minke,
bahwa Minke harus belajar menulis Melayu, karena itu bahasa yang dapat
dimengerti oleh seluruh bangsa di Hindia. Jean menilai Minke pandai menulis
Belanda tapi tidak mau menulis Melayu. Jean bertengkar dengan Minke karena hal
itu. Khouw Ah Soe, seorang Angkatan Muda Cina, diwawancara oleh pimpinan koran
S.N.v/ d D, Marteen Nijman. Khow Ah Soe adalah seorang pemuda Cina yang sedang
berjuang untuk membangkitan bangsanya yaitu Tiongkok.
Kejadian-kejadian
kurang menyenangkan terus dialami oleh Mama dan Minke di Wonokromo. Khow Ah Soe
diburu polisi Hindia dengan alasan penyelundupan ilegal. Dia dipersilakan
menginap di rumah dan menjadi sahabat Minke. Banyak hal tentang perkembangan
keadaan bangsa-bangsa Asia yang tidak dimuat di koran Hindia, Minke dapatkan
dari Singkeh itu. Beberapa hari setelah itu, Khouw Ah Soe diberitakan
meninggal, tenggelam di danau jembatan merah dengan tiga puluh tusukan.
Kemudian, kedatangan surat Robert Mellema, memberi berita segala yang ia alami
dan lakukan, termasuk tentang kasus pembunuhan ayahnya, Herman Mellema, dan
anak yang dilahirkan pembantunya, ternyata adalah darah dagingnya, Rono
Mellema.
Letnan
Kolonel Ir. Maurits Mellema, saudara tiri Annelies sekaligus pemegang
perwaliannya, datang ke Wonokromo mengantar bungkusan berisi koper kaleng tua
yang sudah cembung cekung sana sini dan baju bekas Annelies. Nyai Ontosoroh dan
Minke menyambutnya dengan pembunuh dan perampas harta. Seluruh penduduk kampung
di Wonokromo berduka, mengetahui majikannya yang baik hati, Noni Annelies,
dibunuh oleh saudara tirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar